Welcome

News Industri Indonesia

Jumat, 29 Juli 2011

Analisis Kebijakan Mobil Murah di Indonesia

Pembeli barang selalu mengharapkan bisa membeli barang murah. Artinya dia keluarkan uang sedikit, tetapi dia mendapatkan barang yang nilainya bagi dia lebih besar dari nilai uang yang dikeluarkan. Jadi nilai taksiran oranglah yang menjadi acuannya, sesuai dengan nilai nilai estetik, kualitas dan pemahaman teknis yang dimiliki orang tersebut. Nah, bila sekarang pemerintah memunculkan program mobil murah, sasarannya tentu ada harga mobil yang lebih murah dari rata rata yang ada saat ini untuk spesifikasi dan kualitas yang sama dengan mobil yang ada di pasar saat ini.

Kenapa pemerintah memunculkan issue ini, ada beberapa kemungkinan yang bisa dikemukakan.

Pertama, mungkin pemerintah ingin memperbesar volume penjualan mobil di Indonesia. Pemerintah ingin membela konsumen agar mobil bisa didapat dengan uang yang lebih sedikit. Sehingga konsumen akan lebih mampu beli mobil, volume penjualan membesar. Dari segi komposisi nilai devisa yang tinggi dalam ongkos pembuatan mobil, tentu penaikan volume ini menguntungkan pihak luar, baik negara asing maupun perusahaan asing yang menguasai industri mobil nasional. Keuntungan bagi pihak dalam negeri didapat tidak sebesar yang diperoleh oleh pihak asing, karena kenyataan saat ini dalam struktur ongkos mobil porsi nilai asing lebih besar dari pertambahan nilai yang dibuat di dalam negeri. Bila kebijakan mobil murah ini bisa diikuti dengan kebijakan mendorong usaha mempertinggi nilai tambah nasional, itu baru kita bisa acungkan jempol buat pemerintah saat ini. Bila tidak, artinya pemerintah belum punya akal yang cerdik untuk mendorong usaha peningkatan nilai tambah dalam negeri.

Mungkin juga pemerintah ingin meningkatkan laju pertumbuhan industri mobil dibandingkan dengan industri sepeda motor. Penggunaan mobil secara teknis transportasi lebih dibela dibandingan dengan penggunaan sepeda motor. Pengadaan mobil murah akan memecah segmen pemakai motor secara berarti.

Bila kebijakan mobil murah pemerintah dimaksudkan untuk berpihak kepada industri otomotif, ingin memajukan industri otomotif dalam negeri, maka kebijakan ini tidak merubah apa apa dari segi tata hubungan industri yang ada tanpa adanya kepemimpinan yang berani merubah tatanan industri otomotif yang sudah dikuasai asing. Bila dengan kebijakan ini diharapkan industri komponen bisa lebih berkembang, maka keinginan ini cuma wishful thinking yang tidak ada dasarnya. infrastruktur industri komponen dalam negeri sudah hampir seluruhnya dikuasai oleh pemilikan asing. Industri pribumi lokal tidak bisa berkembang karena tidak mampu masuk ke standard kerja yang ditetapkan pembeli OEM yang nota bene adalah milik merk asing seluruhnya. Industri dalam negeri didorong untuk masuk ke supplier lapisan kedua (second tier supplier), sebagai contract manufacturer yang profitnya dicatu oleh pembeli. Dalam second tier supplier nilai tambah dari engineering sangat rendah, sehingga yang bisa dijual hanya cost dan profit yang sudah sangat jelas dan tidak mungkin bisa besar. Kalau harga jual mereka meningkat, pembeli langsung lari ke orang lain karena teknologi mereka relatif rendah dan siapapun bisa masuk dan mengerjakan proses yang mereka miliki. Industri seperti ini seperti industri yang numpang hidup kepada pembelinya, first tier supplier.

First tier supplier diandalkan oleh pembuat mobil sebagai sumber perkembangan trend teknologi. First tier supplier lebih menguasai teknik yang menyangkut komponen mereka dibandingkan dengan pembuat mobil. Misalnya pabrik ban terus mengembangkan trend performance dan kualitas ban. Pabrik ban punya research dan kemampuan teknologi yang secara sadar terus dikembangkan untuk mampu bersaing. First tier supplier masih bisa punya nilai tambah yang lebih besar karena umumnya mereka diandalkan sebagai partner oleh pemegang merk OEM. Hubungan mereka dengan pembuat mobil lebih jangka panjang karena mereka memiliki teknologi dan kompetensi yang dibutuhkan pembuat mobil untuk bersaing jangka panjang. Jangan harap industri komponen lokal Indonesia bisa ujug ujug dipercaya oleh pembuat mobil tanpa mampu menunjukkan bukti kesetaraan mereka dengan pembuat mobil dalam hal kompetensi dan teknologi. Tanpa teknologi industri komponen tidak mungkin bisa bersaing lebih reliable, lebih murah, lebih efisien, lebih cepat, lebih ajeg, lebih konsisten, lebih menarik, serta lebih lebih lain yang harus dimiliki untuk bisa bersaing. Jangan harap industri komponen berlindung dengan kooptasi, KKN atau hubungan opportunistik lainnya tanpa memiliki sikap dan kompetensi secara profesional. Ini bisnis bung, semua harus bisa jelas dihitung untung ruginya.

Dengan demikian, tidak jelas hubungan antara kebijakan mobil murah terhadap peluang tumbuhnya industri komponen baru, karena pembuat mobil tidak mau berurusan dengan pihak pihak yang tidak kompeten, opportunistik, yang kagetan masuk industri lalu lari lagi kalau ada masalah. Sialnya, peluang ini sering dilihat salah oleh pihak yang belum mengenal medannya. Sehingga program mobil murah digambarkan sebagai peluang untuk mulai investasi baru di industri komponen tanpa sikap dan persiapan yang tepat. Ini sangat berbahaya, karena program mobil murah sama sekali tidak menjanjikan pelindungan dan pembinaan industri yang terstruktur yang sering diharapkan oleh pemain baru.

Dari mana penurunan cost untuk mobil murah bisa didapat?

Pertama tentunya dari spesifikasi jenis mobil yang berbeda dengan yang ada di pasar saat ini. Masuk celah pasar dengan spesifikasi berbeda. Jenis mobl berbeda dengan struktur biaya dan segmen harga berbeda juga.

Kedua, dengan penggunaan off shelf parts yang tersedia di pasar, sekiranya masih lebih murah dari pada bila harus mengembangkan komponen baru sendiri. Pemilihan part yang sudah ada belum tentu ideal, karena belum tentu sesuai dengan kriteria design secara teknis yang ditetapkan pada rencana awalnya. Umumnya pemakaian replacement part lebih mahal, karena strategi harga spare part dari pemegang merk. Penggunaan part secara common use tidak semudah yang dibayangkan. karena banyak aspek teknis dan komersial harus dipertimbangkan. Pemilik property design akan memanfaatkan peluang ini untuk cari untung, buat apa mereka menguntungkan pesaing, bukan? Penggunaan part after maret berpeluang bermasalah legal bila tidak dinegosiasikan sebelumnya. Pemerintah bisa berperan dengan mengambil porsi pengembangan. Design dan development komponen utama dibiayai dan dikoordinasikan oleh pemerintah. Termasuk distribusi siapa yang berhak menggunakan komponen utama tersebut bagi aplikasi sesuai design mobil masing masing.

Ketiga, berikutnya adalah dari spesifikasi design. kecerdasan designer total kendaraan dan designer masing masing komponen dalam pemilihan bahan, proses dan penyiapan alat bantu produksinya tanpa mengorbankan kualitas, unjuk kerja fungsi, kenyamanan, kehandalan dan kekuatan. Kompromi antara investasi dan biaya produksi per piece. Pemilihan material menjadi penentu keuntungan karena harga jual sudah ditentukan pasar.

Keempat, dari kesediaan pemerintah untuk mmemberi insentif fiskal. Pembebasan bea masuk. Keringan pajak bagi industri yang melakukan R & D. Menyediakan pembebasan pajak bagi pengembangan komponen strategis. Menyediakan bantuan finansial untuk penyediaan raw material strategis secara murah. Mengkonsolidasikan pembelian agar mencapai kuantitas yang ekonomis, menanggung beban inventory dan sebagainya.

Kelima, mengatur tata niaga penjualan kendaraan khusus mobil murah sehingga distribution cost bisa ditekan lebih kecil dari 10 persen dari harga jual pabrik.

Idealnya, bila ada pihak yang mau mengembangkan merk baru, lokal dan murah, maka mereka bisa dijadikan sebagai titik tumbuh bagi industri komponen baru. Contohnya, Kymco dulu berniat memboyong 19 industri komponen Taiwan baru sebagai pendukungnya. Atau Timor yang juga berniat membina industri di hulunya yang ditempatkan dalam suatu industrial estate di Cikampek. Diharapkan sebenarnya pemerintah bisa berperan untuk menanggung sebagian risiko yang harus dihadapi pemain baru lokal. Bila pemerintah bisa memberikan iklim yang baik dalam suatu tatanan peraturan yang kondusif bagi tumbuhnya lokomotif industri otomotif dalam bentuk merk lokal yang diikuti oleh pengembangan kemampuan design dan pengembangan lokal, beserta dengan industri investasi baru para pendukungnya, maka baru program ini bisa membuka peluang usaha yang semakin semarak.

Bila pemerintah bisa mengatur prioritas pengembangan infra struktur industrinya lengkap dengan insentif yang merangsang orang masuk investasi di sana, menyediakan pasarnya dengan skema pembelian pemerintah yang konsisten, atur distribusi penyebaran kendaraan ke daerah, sediakan insentif fiskal bagi pelaksana R&D, insentif fiskal bagi industri komponen baru, insentif fiskal bagi pemasukkan material khusus yang volumenya belum bisa besar, sediakan bantuan grant bagi development cost pengembangan komponen strategis seperti engine, transmissi, axle dsb, sediakan pinjaman dengan skema khusus untuk industri mobil lokal, pemerintah menanggung biaya inventori industri komponen yang hasilnya dijual ke pemerintah, batasi harga jual terendah mobil kecil merk luar dsb. Banyak cara bisa dipikirkan tanpa merintangi kemajuan industri merk asing yang sudah ada saat ini.

Tanpa disertai konsep yang menyeluruh, sampai titik ini pemain industri otomotif lama masih lebih diuntungkan. Mereka bisa menggunakan data global purchase, bisa mengkonsolidasikan volume pembelian untuk bargaining position yang lebih baik, punya teknologi untuk VAVE mencapai titik optimum biaya produksinya secara komprehensif. Baik product engineeringnya, manufacturing process engineeringnya maupun management produksi untuk mencapai titik yang optimum secara cost umtuk menghadirkan mobil murah.

Yang kita rindukan sebenarnya adalah pemerintah menyediakan porsi pasar tertentu untuk digarap secara profesional oleh sumber daya dalam negeri. Seperti dulu dipilih pengembangan kendaraan komersial untuk diprioritaskan dengan import duty nol persen. sayang arah ini tidak dilanjutkan secara konsisten, sehingga tidak terasa efeknya terhadap kehidupan industri otomotif saat ini. Pemerintah merangsang dan melindungi investasi secara berpihak ke pengembanan industri komponen dalam negeri yang memiliki kompetensi yang cukup untuk bertahan dalam jangka panjang.

Tetapi kebaruan investasi ini tentu perlu menggunakan entry point yang tepat untuk secara rasional memang adalah pilihan yang tepat bagi konsumen dalam membuat suatu keputusan pembelian yang optimum. Entry point ini yang secara teknologi dikaji agar investasi ini bisa diposisikan dan dipasarkan sebagai sesuatu yang baru, yang lebih baik, yang berbeda, yang memenuhi kebutuhan spesifik secara lebih tepat dibandingkan dengan barang barang yang ada di pasar saat ini. Peluang ini harus dimanfaatkan secara profesional, oleh orang orang yang profesional di bidangnya secara matang. Jadi jangan sampai peluang ini jadi ladang trial and error yang kurang dipersiapkan secara tebak tebakan, untung untungan. Image mobil murah nasional harus didukung dengan persiapan yang memadai. Ini dilemmanya, orang industri otomotif tidak berani merespons signal pemerintah dengan positif, sedangkan orang di luar industri otomotif terlalu optimistik tanpa knowhow yang cukup. Bila mobil murah akhirnya lahir dipersepsikan sebagai mobil murahan, maka tamatlah kepercayaan publik kepada kesungguhan pemain industri otomotif di Indonesia. Industri otomotif akan lebih carut marut bila perubahan ini tidak dikendalikan dan ditata secara benar. Jadi belantara saling bunuh hukum rimba yang merugikan investasi dan produktifitas dana secara nasional.

Tanpa pengaturan yang cermat bagi kebijakan ini, maka proyek ini bisa menjadi backfire bagi industri otomotif nasional.

Jadi harga murah tidak harus mengorbankan kualitas buat konsumen. Murah harus dicapai dengan upaya teknologi agar lebih efektif, efisien, produktif sehingga QCDSM tercapai. Secara profesional. 
 
(DY - Gudang Virtual)

Bagaimana seharusnya Kebijakan dan Politik Pemerintah dalam industri otomotif

Bangkitnya industri otomotif China mulai bisa kita rasakan saat ini. Beberapa merk sedan, SUV dan truk mulai tampak di jalan. Bukan hanya di Indonesia, mungkin saat ini sudah lebih dari 6 merk sudah masuk pasar Amerika Serikat. Dilihat dari volumenya, diam-diam China sudah menjadi pasar otomotif terbesar di dunia yang menembu angka 10 juta sales pertahun. Bila dilihat sejarahnya, China membina industri otomotif mulai dari kendaraan untuk militer dan pertanian. Knowhow untuk pengembangan produk, terutama industri parts, sudah mapan sejak tahun lima-puluhan. Engine, axle, transmission sudah biasa mereka design dan produksi. Maka tidak mengherankan bila pada awal tahun 90an ada lebih dari 200 merk mobil di China, merk asing dan merk lokal. Maka melihat ketidak-effisienan ini, pemerintah China berusaha melakukan program rasionalisasi. Regrouping, industri otomotif dihimbau untuk merger dan penataan ulang perizinan. Modal dan teknologi kuat dari luar diundang untuk menjadi katalisator proses rasionalisasi ini. Jumlah merk ingin dikurangi, harapannya akan tercapai volume yang lebih ekonomis untuk berkembang wajar. Dalam rencana pembangunan strategis China saat itu, Industri otomotif secara explisit dijadikan pilar pertumbuhan industri dengan penjabaran yang detail untuk pengelolaan dan penunjukan pihak-pihak yang in charge secara jelas.

Kembali ke situasi saat ini di negeri kita. Sebagai orang awam, kita mendengar kebijakan prioritas kita bukan Mobil Nasional, tetapi mobil murah. Mobil murah itu bisa siapa saja yang mewujudkan. Bisa juga merk yang dimiliki oleh orang luar tetapi beroperasi di Indonesia. Yang penting ada kegiatan ekonomi, ada lapangan kerja, ada komponen lokal yang melibatkan sebanyak-banyaknya orang Indonesia. Fokusnya di pengembangan komponen lokal, sehingga substitusi import bisa terjadi dengan sendirinya bila komponen lokal mampu bersaing secara Quality, Cost, Delivery dan aspek lainnya seperti Technology, Morale, Services dll.

Tetapi jangan lupa bahwa pemilik merk mobil hanya mau bekerja sama dengan pihak yang mampu memberi input teknologi lebih kepada mereka. Hanya yang memiliki kemampuan development yang masuk hitungan mereka. Mereka hanya mau berurusan dengan supplier yang punya teknologi agar bisa mengandalkan supplier mengambil porsi lebih besar dalam membangun nilai tambah bagi bisnis mereka. Suatu bentuk risk sharing yang cerdik.

Bukan hanya sekadar cost yang lebih murah untuk sasaran jangka pendek, tetapi mereka lebih membutuhkan dukungan supplier yang mampu memberikan Competitive Advantage untuk persaingan jangka panjang.

Sehingga kembali suppier yang hanya bisa meniru bentuk tidak akan mampu bersaing dan ditinggalkan oleh pemilik merk luar. Sehngga, kembali, tanpa lokomotif yang menarik supplier itu untuk maju bersama, kita akan selalu ketinggalan. Akibatnya, first tier industri supplier kita dikuasai oleh pihak asing, terutama Jepang. Supplier lokal kebanyakan hanya menjadi second tier denganprofit yang terukur, dicatu sehingga mereka tidak mampu bekembang dari hasil profit.

Pada perioda tahun 70 an sampai awal 90an, keterlibatan pemerintah kita dominan untuk mengarahkan perkembangan industri otomotif. Mulai dari pemilihan prioritas pengembangan untuk kendaraan niaga dengan insentif bea masuk nol, target local content dan lain-lain sampai dengan konsep Kendaraan Bermotor Niaga Sederhana yang didukung untuk dikembangkan.

Konsepsi strategis seperti itu saat ini kurang terdiseminasi ke lapangan, sehingga masing-masing unit industri sibuk sendiri-sendiri dan sinergi hanya terjadi di dalam kerjasama di dalam program suatu merk. Padahal pelajaran harus diambil dengan melihat apa yang terjadi Thailand saat ini, dimana merk-merk yang tadinya merasa mapan dengan strategi pemindahan basis industri ke Thailand mulai berfikir ulang untuk invest di tempat lain. Ternyata nothing lasts forever, secara alami perubahan terus terjadi. Pola migrasi industri textile jangan-jangan terulang kembali. Atas nama cost benefit, industri otomotif berpindah lokasi meninggalkan aset usang yang segera akan menjadi tidak berguna setelah ada perkembangan teknologi baru. Pada saat itu terjadi, mampukah kita memanfaatkan aset yang tinggal, baik itu aset tetap maupun spirit, knowhow dan kompetensi pelaku industri untuk persaingan dikemudian hari? Bukankah kita harus belajar dari pengalaman dengan industri textile, microchip dan industri sepatu dulu?

Langkah antisipatif China untuk menguasai pasar baja dunia di 20 tahun ke depan akan membawa kemampuan saing mereka di indusri otomotif semakin tinggi di masa dekat ini. Strategi Jepang untuk menguasai pasar jasa logistik dunia diyakini dapat membantu mereka survive pada saat industri manufaktur mereka mendapatkan saingan yang lebih berat. Langkah strategis seperti ini diperlukan bila kita ingin melindungi kepentingan kita di masa depan.

Ada adagium pengembangan diri yang dapat diterapkan untuk situasi ini, bila kita tidak ambil tanggung jawabnya (to be responsible), kita akan jadi mangsa (victim) orang lain. Kadang-kadang ini tidak bisa jadi pilihan. Ini keharusan bila dilihat dari konteks persaingan global.

Selain upaya membuat tamu kita industri dari luar tetap betah tinggal di Indonesia selama mungkin, kebijakan industri otomotif harus tegas menampilkan harapan kita, membela kepentingan nasional. Memperkuat kemampuan negosiasi dan membentuk dasar legislasi yang kondusif untuk pengembangan daya saing industri lokal. Memperkuat kemampuan bersaing industri domestik tanpa mencederai prinsip perdagangan bebas, misalnya dengan kombinasi kebijakan-kebijakan sebagai berikut:

1. Mengendalikan pasar, seperti di India di masa lalu yang menahan pertumbuhan pengembangan produk baru. Bila pemerintah dapat mengarahkan pasar dengan aturan-aturan agar tetap menerima existing product untuk memperpanjang life cycle atau menghambat pembelian mobil baru, maka volume ekonomis akan tercapai dan investasi menjadi lebih efisien. Resikonya produknya akan tampak usang, bila dibandingkan dengan perkembangan produk di luar negeri. Seperti model mobil Ambassador di India yang tidak berubah sejak tahun 60 an sampai awal tahun 2000an, tetapi tetap dipakai sebagai mobil menterinya sampai akhir tahun 90an.

Memperbesar pasar di dalam negeri, membuka order pembelian pemeintah, memperbaiki infra struktur, merangsang pertumbuhan ekonomi, hingga ke meningkatkan daya beli.

Bahkan VW Beetle pun dipromosikan oleh Hitler untuk pemakaian pegawai negeri dengan fasiltas kredit di Jerman di masa perkembangannya dulu.

2. Mendorong industri agar lebih pintar belajar. Memberi insentif yang memberi peluang kepada industri untuk mampu mengembangkan sendiri teknologi yang sudah terkuasai, agar tetap mampu diterapkan untuk menghadapi persaingan pasar yang berkembang terus. Investasi akan intensif, produk berkembang terus sederap dengan perubahan pasar dan teknologi terus berkembang di depan merangsang perkembangan itu.

Tanpa input guidance langsung dari luar, industri otomotif harus mampu mengembangkan standard teknologi saat ini sebagai modal untuk beranjak ke standard yang lebih maju dengan belajar dari operasi sehari-hari.

Hal ini dilakukan oleh Tianjin otomotof industri di China yang 8 tahun berkembang dibawah nama Daihatsu, tetapi kemudian berdiri sendiri terlepas dari Daihatsu dengan merk sendiri. Atau seperti TATA yang semula dibesarkan dengan share kepemilikan dari Daimler, tetapi kemudian melepaskan diri. Hal ini juga dilakukan oleh Daewoo dengan GM. Spin Off ini tidak selalu disertai dengan hard feeling. Saat ini Daewoo masih bekerja sama dengan GM, TATA bekerjasama dengan Daimler. Begitu juga kerja sama antara Tianjin dengan Daihatsu. Atau Kwang Yang Motorcycle Company (Kymco) di sepeda motor yang awalnya berkembang dengan Honda di Taiwan. Kelihatannya semua pihak dapat mempertemukan semua kepentingannya secara win-win dengan pemerintah sebagai katalisatornya. Negosiasi seperti ini yang tidak dapat kita menangkan ketika Honda motor mengancam pisah dari Astra, bila Astra tetap melanjutkan proyek sepeda motor Indonesia, yang prototype type Expresa-nya dicoba oleh pak Harto keliling istana. Akhirnya proyek sepeda motor itu dihentikan dan keluar dari Astra, mungkin karena tidak cukup keterlibatan dari pemerintah untuk itu.

3. Masuk dengan strategi Blue Ocean. Menciptakan iklim untuk prioritaskan produk-produk yang tidak frontal bersaing di pasar yang terlalu ramai. Seperti contoh industri otomotif China yang masuk di pasar kendaraan militer dan kendaraan pertanian. Di sektor ini perkembangan feature produk tidak dominan menentukan sukses pemasaran.

Arah pengembangan kembali ke kendaraan niaga sebagai prioritas, kendaraan truk pertanian, kendaraan pertambangan, kendaraan perang, traktor, alat berat dan sebagainya dirangsang agar dapat tumbuh berkembang. Kembangkan kompetensinya dulu dengan produk dengan profitability tinggi walaupun volume rendah, baru kemudian volume di dapat dengan masuk ke produk yang main omzet tinggi dengan profit lebih rendah.

Seperti TATA yang mulai dengan pembuatan lokomotif 70 tahun yang lalu, kemudian beranjak ke truk, pick up dan bus sebelum masuk ke kendaraan sedan.

Pemerintah harus menyediakan opportunity market untuk infant industry seperti ini, agar pada saatnya industri otomotif dapat menjadi lokomotif penarik kemajuan industri.

4. Menciptakan aturan yang mendorong pengembangan industri hulu dan industri penunjang. Dari awal pengembangannya industri otomotif Indonesian dimaksudkan untuk dimulai dari hilirnya untuk dikembangkan ke hulu. Dari proses assembling untuk kemudian ditindak lanjuti ke kemampuan manufacturing. Mulai dari kemampuan pembuatan ke kemampuan design. Dari komponen dikembangkan ke kemampuan pembuatan materialnya. Sehingga tercipta struktur industri yang lengkap untuk memberi sumbangan maksimal penambahan nilai lokal dalam industri otomotif.

Sudah saatnya keinginan ini diterapkan dengan peraturan strategis yang mendorong pengembangan industri hulu seperti industri material dan industri peralatan permesinan sebagai industri penunjang. Perlu diaudit kembali status pencapaian saat ini. Struktur industri yang masih kosong harus dapat dipenuhi. Untuk melengkapi, yang tidak diperoleh secara gratis, harus kita beli.

Aturan dengan keberpihakan yang jelas untuk mempertinggi kemampuan lokal dibandingkan terhadap cost yang belum tentu lebih rendah. Sehinga integrasi dari semua upaya ini seharusnya dimulai dari satu program bersama yang dapat diwadahi oleh Mobil Nasional.

Kekayaan sumber daya alam lokal belum menjadi competitive advantage karena tidak siapnya broad base industri pemanfaatannya. Seperti juga komoditi sawit, kayu, karet, dan sebagainya, industri metal tidak diikuti oleh perkembangan yang serius untuk pemanfaatannya. Sehingga siklusnya terputus dan kita tetap rendah dalam daya saing.

5. Pemerintah harus mampu memanfaatkan aset nasional yang sudah tertanam dalam proyek-proyek Mobil Nasional terdahulu. Secara nasional, ada potensi yang idle tidak perform. Restrukturisasi penyelesaian masalah finansial sebaiknya dibantu oleh komitment pemerintah untuk dapat kembali bermanfaat. Siapa tahu dengan sedikit pengaturan, asetnya dapat kembali bermanfaat. Asset bekas Timor, asset Perkasa dll harus bisa dimanfaatkan.

Kembali ke contoh VW Beetle, bukan Hitler yang membawa kesuksesan bisnis VW. Setelah perang dunia II fasilitas pabrik VW di Wolfsburg hancur total. Angkatan Udara Inggeris yang ditugasi membenahi aset itu menunjuk Heinrich Nordhoff yang memulai segalanya dari nol. Dengan kegigihan, kerja keras dan ketekunannya ia meletakkan dasar sehingga VW Beetle berhasil diproduksi sebanyak 16,255,500 buah selama lebih dari 30 tahun.
(Gudang Virtual)