Welcome

News Industri Indonesia

Kamis, 11 Juli 2013

Mobil Murah VS Mobil Nasional

Ambisi pemerintah untuk memproduksi kendaraan dengan harga terjangkau bagi sebagian masyarakat Indonesia bukan barang baru. Bahkan lebih jauh lagi, pemerintah bermimpi untuk menghasilkan mobil nasional (Mobnas).


Sedan - Timor Indonesia




Ide membuat mobil murah sekaligus Mobnas sudah muncul sejak 17 tahun lalu, tepatnya pada 19 Februari 1996. Kala itu pemerintah yang masih dipimpin Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pebangunan Industri Mobil Nasional.

Kini hampir dua dekade, pemerintah kembali mengeluarkan ide membuat mobil murah namun tanpa label Mobnas. Pemerintah memilih untuk mengembangkan mobil murah dan ramah lingkungan (Low Cost Green Car-LCGC) lewat payung hukum Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.


Menteri Perindustrian, MS Hidayat, dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, memastikan program yang diusung pemerintah kali ini berbeda dengan proyek Mobnas karya pemerintah Soeharto. "Diharapkan akan lebih baik setelah mempelajari dengan seksama segala sesuatunya," kata Hidayat.

Berikut adalah perbedaan pengembangan Mobnas Soeharto dan mobil LCGC:

Mobnas Soeharto

Dalam mengembangkan Mobnas, mantan presiden (Alm) Soeharto mengeluarkan Inpres Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional. Payung hukum ini kemudian dicabut dua tahun kemudian.

Tujuan:

1. Tahap dalam tinggal landas pembangunan perlu diperkuat dengan kemandirian bangsa, khususnya dalam penyediaan sarana transportasi darat dalam wujud pembuatan mobil nasional
2. Dalam jangka panjang, mobil nasional tersebut perlu pula diekspor dalam rangka memperkuar kemandirian sumber-sumber pembiayaan nasional

Kriteria Mobil Nasional

1. Menggunakan merek yang diciptakan sendiri
2. Diproduksi di dalam negeri
3. Menggunakan komponen buatan dalam negeri

Kementerian yang terlibat dan tugasnya:

1. Menteri Perindustrian dan Perdagangan
membina, membimbing, dan memberi kemudahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar industri mobil nasional tersebut:
a. menggunakan merek yang diciptakannya sendiri
b. sebanyak mungkin menggunakan komponen buatan dalam negeri;
c. dapat mengekspor mobil hasil produksinya.

2. Menteri Keuangan
memberi kemudahan di bidang perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku:
a. pembebasan bea masuk atas impor komponen yang masih diperlukan;
b. pemberlakuan tarif Pajak Pertambahan Nilai 10% atas penyerahan mobil yang diproduksi;
c. pembayaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan mobil yang diproduksi, ditanggung oleh Pemerintah.

3. Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal
mengambil langkah-langkah pengamanan sehingga pembangunan industri mobil nasional tersebut dapat berjalan lancar

Mobil Murah SBY

Kendati tak spesifik membuat payung hukum mengenai Mobnas, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan PP Nomor 31/2013 yang didalamnya mengatur PPNBM bagi industri otomotif. Selain mobil murah dan hemat energi, aturan ini juga mengatur masalah pajak bagi kendaraan jenis lainnya. Khusus untuk pengembangan mobil murah, berikut adalah arahan pemerintah:

Dasar pertimbangan:

Untuk mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan, mendukung konversi energi di bidang transportasi, serta mendukung upaya peningkatan kapasitas produksi industri kendaraan bermotor dalam negeri, perlu mengatur kembali pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap kendaraan bermotor

Fasilitas

Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang termasuk dalam kelompok kendaraan bermotor dihitung dengan dasar pengenaan pajak sebesar 0% (nol persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor yang termasuk program mobil hemat energi dan harga terjangkau, selain sedan atau station wagon,

Kriteria bebas PPNBM:

1. motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu; atau
2. motor nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.500 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu.(Fik/Shd) - liputan6.com
 
Sumber: Asia Nusa