Welcome

News Industri Indonesia

Selasa, 13 Maret 2012

Teknologi ikuti bisnis, bukan sebaliknya

Teknologi yang diterapkan pelaku bisnis terutama usaha kecil menengah (UKM) selayaknya mengikuti tujuan dan kebutuhan bisnis, bukan sekedar mengikuti kecanggihan.

"Tidak selalu tentang (kecanggihan) teknologi. Teknologi itu siap. Masalah UKM ada pada bisnisnya sendiri," kata Manajer Pengelola Dell Indonesia, Pieter Lydian, di sela-sela peluncuran server PowerEdge Dell generasi ke-12 di Jakarta, Rabu.

Permasalahan yang seringkali dihadapi UKM, menurut Pieter, yaitu pengelolaan keuangan dan pemasaran yang lemah sebelum menerapkan teknologi.

"Seperti yang saya katakan teknologi itu menjadi 'budak'-nya bisnis. Artinya, penerapan teknologi mengikuti strategi bisnis," kata Pieter.

Direktur Pengembangan Strategi Bisnis Intel Indonesia, Harry K. Nugraha, dalam kesempatan yang sama mengatakan UKM membutuhkan sumber daya manusia yang memahami teknologi informasi dalam penerapan komputasi awan (cloud) untuk mendukung bisnis.

"Sudah banyak pula layanan e-commerce di Indonesia yang menawarkan jasa penjualan lewat internet, dari (mekanisme) pembayaraan hingga pengiriman barang," kata Harry.

Penggunaan komputasi awan, menurut Harry, mengefisienkan kebutuhan pembelian perangkat fisik (hardware) yang rutin serta lisensinya karena layanan itu dapat dirotasi antar negara.

Harry mengatakan pengakses data dari komputasi awan memiliki kecenderungan tidak terlalu peduli dengan perawatan server fisik, menghindari pembelian server dan memilih untuk berlangganan, menginginkan kapasitas hasil, menentukan aplikasi yang digunakan dan keamanan jaringan.

"Secara infrastruktur (teknologi) sudah memungkinkan. Secara solusi sudah ada. Tapi bagaimana pengeimplementasiannya, dari sisi bisnis harus disiapkan dulu (tujuannya)," kata Harry. 


Sumber : Antara News

Ekonom: pembinaan kewirausahaan perlu kebijakan fokus

pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang fokus jika serius ingin membina dan mengembangkan kewirausahaan masyarakat serta berbagai kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM).

"Setidaknya, ada lembaga yang dikhususkan untuk menangani itu," katanya di Medan, Sabtu, terkait Peringatan Satu Tahun Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN).

Selama ini, kata Ami, pola pembinaan dan pengembangan kewirausahaan di tanah air, baik melalui koperasi mau pun UKM dinilai kurang fokus.

Hal itu disebabkan hampir seluruh institusi negara menangani pengembangan kewirausahaan tersebut meski pemerintah telah membentuk Kementerian Koperasi dan UKM.

"BI, Pertamina, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, semuanya ikut menangani," katanya.

Akibatnya, kata dia, tidak ada program yang fokus dan terpadu karena pola pembinaan dan pengembangannya dilakukan secara "keroyokan".

Tidak fokusnya pola tersebut menyebabkan bantuan pembinaan dan pengembangan kewirausahaan itu sering menumpuk pada kelompok UKM tertentu.

Jika UKM tertentu mendapatkan simpati dari BUMN dan perusahaan swasta yang akan memberikan sisa keuntungan dan dana tanggung jawab sosial (coorporate social responsibiliy /CSR), maka dananya hanya mengalir untuk UKM tersebut.

Sedangkan UKM dan kelompok kewirausahaan lain yang kurang dikenal dan belum mendapatkan simpati tidak akan menerima bantuan yang dapat dijadikan modal usaha itu.

Jika tidak ingin membentuk lembaga, mungkin pemerintah perlu memaksimalkan peranan Kementerian Koperasi dan UKM sebagai satu-satunya institusi negara yang fokus dalam pembinaan dan pengembangan kewirausahaan.

BUMN yang ingin memberikan lima persen sisa keuntungan dan perusahaan swasta yang berniat memberikan CSR dapat menyalurkannya melalui Kementerian Koperasi dan UKM.

"Selanjutnya, Kementerian Koperasi dan UKM yang perlu kerja keras untuk memanfaat dana itu guna mengembangkan kewirausahaan," katanya.

Kemudian, Ami yang juga Pembantu Dekan III Fakultas Ekonomi USU itu menambahkan, pemerintah juga perlu mempermudah kalangan wira usaha untuk mendapatkan modal kredit dari perbankan.

Jika masih sulit mendapatkan modal, diperkirakan cukup payah kewirausahaan bisa dikembangkan. "Yang penting, jangan terlalu banyak administrasi," katanya.

Sedangkan upaya lain yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah adanya pendidikan dan pengembangan budaya wira usaha di kalangan masyarakat.

Meski sebagian masyarakat telah berupaya menjadi wira usaha, tetapi tidak jarang kurang mengalami perkembangan karena tidak mengetahui sistem yang baik dalam berusaha.

"Banyak masyarakat yang tidak tahu tentang cara berusaha yang baik, seperti aspek peningkatan produksi, promosi, hingga pembukuan. Pemerintah harus memberikan pendidikan mengenai itu," kata Ami.

Dalam Peringatan Satu Tahun GKN dan peluncuran Program Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jakarta, Kamis (8/3), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai peluang dan ruang untuk berwirausaha di Indonesia masih terbuka luas.

"Potensi dan sumber daya kita besar, baik pertanian, industri ataupun jasa. Namun realitas yang lain menunjukkan belum semuanya itu kita berdayakan secara optimal," katanya. 



Sumber : Antara News

Waralaba Indonesia Tembus Malaysia dan Filipina

Hendy Setiono, sukses menggarap sejumlah produk kuliner, salah satunya Kebab Turki Baba Rafi
Waralaba asal Indonesia, PT Baba Rafi Indonesia, berhasil menembus pasar Filipina dan Malaysia. Hal itu ditandai dengan adanya perjanjian kerja sama dengan Master Franchise dari dua negara tersebut. Master Franchise adalah hak yang diberikan kepada penerima waralaba dari pemberi waralaba untuk membuka dan mengelola bisnis waralabanya dalam suatu wilayah tertentu.
Penerima waralaba juga bisa menjual hak waralaba secara lanjutan kepada penerima waralaba lain di wilayahnya tersebut. "Murni mereka (Master Franchise) buka dan investasi di Malaysia dan Filiphina," ujar Presiden Direktur PT Baba Rafi Indonesia, Hendy Setiono kepada Kompas.com, Minggu (4/3/2012).
Kerja sama waralaba dengan dua negara tersebut ditandai dengan penandatangan perjanjian dengan dua Master Franchise, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Hendy menuturkan, kedua MF tersebut akan mengikuti pelatihan selama dua minggu mulai awal Maret ini. Setelah itu, Baba Rafi akan melakukan pendampingan selama tiga bulan di dua negara tersebut.
Pendampingan tersebut, terang dia, berupa persiapan merekrut karyawan, pelatihan karyawan, dan persiapan sampai pembukaan gerai. Pembukaan gerai dimulai dengan 6 gerai baik di Malaysia dan Filiphina. Tetapi untuk penjualan hak waralaba dari MF ke penerima waralaba lain tidak serta merta sama di kedua negara. Di Malaysia harus menunggu satu tahun untuk membuka gerai lanjutan."Ya, setelah setahun baru boleh di sub-franchise-kan," sebut Hendy.
Produk yang akan dipasarkan di dua negara tersebut adalah 15 jenis produk Baba Rafi, termasuk produk andalannya yakni kebab. Produk ini pun akan mengikuti standar yang ditetapkan di Indonesia. Jika nantinya mau diubah sesuai dengan selera lokal maka harus ada persetujuan dari Baba Rafi. Hendy pun bilang, inisiatif kerja sama ini datang dari masing-masing MF. Menurut dia, cukup susah memasarkan produk ke luar negeri. Tapi ternyata itu tidak mustahil untuk dilakukan seiring dengan pencapaian kerja sama ini. "Susah sekali, terutama mendapatkan kepercayaan sebagai merek asal Indonesia," pungkas dia.

Sumber : Kompas

Tidak Benar Komponen Esemka Dicomot dari Mobil Lain

Direktur PT Solo Manufaktur Kreasi Sulistyo Rabono membantah tudingan sejumlah pihak yang meragukan kreativitas para siswa SMK.
Mengenai komponen impor, pertimbangannya karena belum memenuhi skala ekonomis jika dikembangkan sendiri.
Dia menegaskan bahwa hampir seluruh komponen mobil Esemka Rajawali dibuat di dalam negeri. Dia mengakui ada beberapa komponen yang diimpor, seperti electronic control unit.
”Seperti tangki bahan bakar, juga kami beli yang standar dari pabrikan dalam negeri, tetapi itu tidak digunakan oleh mobil lain yang beredar di Indonesia. Kami sudah pastikan pada produsennya,” kata Sulistyo, Minggu (4/3/2012).
Seperti diberitakan, rumor yang beredar akhir-akhir ini menyebutkan bahwa komponen mobil Esemka Rajawali merupakan hasil comot sana-sini dari mobil lain.
Terkait dengan beberapa komponen yang masih diimpor, Sulistyo menyatakan, pertimbangannya karena belum memenuhi skala ekonomis jika dikembangkan sendiri mengingat saat ini masih tahap pembuatan prototipe mobil.
Sulistyo juga mempersikan para pihak yang ingin membuktikan komponen mobil Esemka untuk berkunjung ke Solo Techno Park. Di sana mereka bisa melihat langsung komponen dan cetakannya.

Sumber : Kompas

BPPT SIAP DAMPINGI MOBIL ESEMKA

“Hanya mereka yang berani gagal dapat meraih keberhasilan.” Demikian petuah bijak mendiang Presiden Amerika Serikat ke 35 John F. Kennedy. Walikota Semarang, Jokowi pun nampaknya menyadari petuah itu seperti dilansir di sebuah stasiun televisi swasta bahwa dirinya memberikan dukungan moral akan gagalnya Esemka menembus uji emisi. “Siswa tidak perlu putus asa, hal ini harus dijadikan pelajaran berharga. Dua pekan lagi kita mau uji emisi ulang,” sebutnya. Sementara itu Direktur Pusat Teknologi Industri Sarana Transportasi (PTIST-BPPT), Prawoto menyebutkan bahwa pengembangan mobil itu memerlukan waktu,”Trial dan error merupakan sebuah langkah, BPPT juga siap melakukan pendampingan untuk pembuatan mobil Esemka ini,” ujarnya saat menjadi narasumber di sebuah televisi swasta, Jakarta (2/3).
Seperti diketahui sebelumnya, Kementerian Perhubungan menyatakan mobil nasional Esemka tidak lulus uji emisi. Berdasarkan data hasil pengujian di Balai Termodinamika Mesin Propulsi (BTMP-BPPT), Serpong pada Senin, 7 Februari 2012, Esemka belum memenuhi standar Kementerian Lingkungan Hidup. “Belum memenuhi ambang batas emisi gas buang," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, Bambang S. Ervan, di Jakarta. Gagalnya uji emisi Esemka, menurut Kementerian Perhubungan, akibat gas buang CO Esemka masih tinggi. Emisi CO Esemka mencapai 11,63 gram per kilometer dan HC + NOX 2,69 gram per kilometer. Padahal standar Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2009, ambang batas untuk kendaraan bermotor tipe baru adalah CO 5 gram per kilometer dan HC + NOX 0,70 gram per kilometer. (Tempo.co/2/3)
Mengenai mimpi bangsa ini untuk memiliki mobil nasional dikatakan lebih lanjut oleh Prawoto bahwa saat ini kita semua bermimpi nantinya bangsa ini mempunyai mobil nasional. “Ini kebangkitan kita untuk membuat mobnas, pemerintah juga concern tentang hal ini.  Sudah banyak pertemuan yang dilakukan antar instansi untuk membahas bagaimana skema mereliasisasikan hal ini, tentunya ada berbagai langkah yang harus dilalui,” ungkapnya.
Mengenai kegagalan uji ini, Wakil Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo juga memafhumi bahwa uji emisi merupakan bagian dari persayaratan yang harus dilalui. “Kami optimis, bahwa apa yang direkomendasikan BTMP-BPPT juga akan kami perbaiki sehingga nantinya akan lulus uji emisi dan produksi massal oleh anak negeri sendiri,” ungkapnya.
Perlu diketahui bahwa BPPT tidak mempunyai wewenang dalam mengumumkan hasil uji emisi Senin lalu, “BPPT tidak pernah mem blow up hasil uji, bukan wewenang kita untuk menyampaikan ke publik, kami hanya menyampaikan ke customer dan lembaga yang berwenang memberikan sertifikasi. Mengenai mobnas ini juga diperlukan adanya kebijaksanaan dan pemahaman dari kita semua. Intinya pemerintah concern akan hal ini dan untuk membuat mobil, tentunya dibutuhkan waktu untuk melalui proses ujicoba,” imbuh Prawoto.

Sumber : BPPT