Welcome

News Industri Indonesia

Rabu, 25 September 2013

Produsen Mobil Nasional : Kami Diakali Soal Aturan LCGC

Ir. Ibnu Susilo CEO Fin Komodo Motor Company
Peraturan Pemerintah terkait mobil murah yang tercantum pada PP No 41 Tahun 2013 baru saja diterbitkan. Nantinya PP ini juga mengatur Low Cost Green Car (LCGC).

Terbitnya PP ini tidak disambut baik oleh produsen mobil nasional. Pasalnya, mereka merasa diakali oleh aturan tersebut, karena ternyata tidak memberikan dukungan terhadap keberadaan mobil nasional yang belakangan ini berusaha untuk bangkit.

Menurut Ketua Bidang Pemasaran dan Komunikasi Asosiasi Industri Automotive Nusantara
(Asia Nusa), Dewa Yuniardi, pada PP tidak dicantumkan mengenai kapasitas mesin yang dahulu sudah dibicarakan. Awalnya, diharapkan mobil nasional juga bisa mengikuti aturan tersebut.

"Pada pasal 3C PP tersebut, ternyata kapasitas mesin untuk mobil murah sendiri sampai 1.200 cc ke bawah, bukan sampai 1.000 cc, seperti yang dahulu pernah dijanjikan untuk pelaku mobil nasional," jelas Dewa Yuniardi saat dihubungi Okezone, Senin (10/6/2013).

Dewa juga menambahkan, untuk peraturan pengaadan mobil angkutan murah untuk pedesaan yang dahulu programnya sempat dicetuskan, ternyata tidak dibahas sama sekali dalam peraturan tersebut.

"Untuk mobil pedesaan yang memakai mesin di bawah 1.000 cc, dahulu pernah dijanjikan untuk kami (produsen mobnas). Ternyata dalam peraturan tersebut tidak ada pembahasannya sama sekali. Kami seperti diakali oleh peraturan mobil murah, apa yang sudah dibahas ternyata tidak ada sama sekali," tambah Dewa sambil berapi-api.

Produsen mobil nasional ini mengaku sulit bila harus bersaing dengan produsen asal Jepang yang sudah mapan. Apalagi semuanya berada dalam segmen yang sama, dan diatur dalam satu peraturan yang sama.

Sumber: Okezone

Kamis, 12 September 2013

Ambil Alih Inalum, Pemerintah Beri Tenggat Oktober 2013

Indonesia Asahan Aluminium Company
Rencana pemerintah Indonesia untuk menguasai 100 persen saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) masih belum menemui titik terang.

Hingga saat ini, belum ada kesepakatan harga antara pemerintah dengan konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA). Jika hingga 31 Oktober masih belum ada kesepakatan mengenai pembelian 58,87% saham milik NAA maka pemerintah akan membawa masalah ini ke pengadilan arbitrase.

"Tetapi saat itu saham Inalum tetap 100 persen jadi milik Indonesia," jelas Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Hadiyanto di Jakarta, Selasa (10/9/2013).

Hal itu, mengingat yang diputuskan dalam pengadilan arbitrase adalah masalah outstandingkekurangan pembayaran saja.

Selama ini, memang ada perbedaan nilai buku dari kedua negara tersebut. Namun, pemerintah pun harus berpikir keras, sejalan dengan pelemahan nilai tukar rupiah saat ini maka dapat mempengaruhi pengambilalihan Inalum kali ini. 

"Kalau kewajiban dalam dollar tapi APBN-nya dalam rupiah, ya jadi terpengaruh," ungkapnya.

Sebelumnya, pemerintah memang telah menganggarkan pengambilalihan Inalum sebesar Rp 7 triliun. Setelah 100 persen menjadi milik Indonesia, Inalum akan menjadi perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).

Sumber: Kompas News