Welcome

News Industri Indonesia

Selasa, 12 November 2013

Kemenperin subsidi mesin produksi yang dibeli IKM


Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan subsidi potongan harga sebesar 30%-40% untuk pembelian mesin produksi seharga Rp 30 juta-Rp 300 juta untuk industri kecil menengah (IKM).

"Potongan harga ini untuk pembelian mesin produksi, misalnya mesin buatan dalam negeri dapat potongan 40%, untuk mesin impor dipotong 30%," kata Direktur Jenderal IKM Kemenperin Euis Saedah ditemui disela-sela Pameran Jakcraft VI di Plasa Pameran Kementerian Perindustrian, Selasa (12/11/2013).

Euis mencontohkan mesin bordir buatan China dengan 12 kepala harganya Rp 100-Rp 300 juta atau mesin goreng buah buatan dalam negeri Rp 40 juta.

"Sekarang itu lagi tren mesin bordir dari China Rp 100 juta-Rp 300 juta dengan 12 kepala, jadi tinggal masukkan foto ke dalam komputer, mesinnya jalan sendiri membentuk sesuai gambar, ada pula mesin buatan dalam negeri yang banyak diminati yakni mesin goreng buah, itu harganya Rp 40 juta, lumayankan dapat potongan 30-40% bisa buat modal lain," ungkapnya.

Euis mengungkapkan sangat mudah bagi IKM untuk bisa mendapatkan potongan harga dari Kemenperin.

"Ini bebas siapapun pengusahanya, kalau Anda mau, beli dulu mesinnya lalu notanya tunjukkan ke kami, datang saja ke lantai 15 Kementerian Perindustrian, setelah itu ada petugas yang mengecek mesinnya, buatan mana, harganya berapa, diperuntukkan untuk apa, setelah itu sudah cair uangnya," katanya.

Euis menambahkan program ini sebetulnya sudah dimulai sejak 2010, dan peminatnya sangat banyak sekali. "Tahun ini total subsidi potongan harga mesin produksi dianggarkan Rp 11 miliar, tahun depan kami targetkan Rp 20 miliar," tutupnya.

Sumber: Detik

Sabtu, 02 November 2013

Pengusaha: Myanmar dan Kamboja Bakal Salip RI Karena Upah Buruhnya Murah



Daya saing ekonomi Indonesia saat ini masih lemah, dilihat dari peringkat kemudahan berbisnis (Doing Business) yang dikeluarkan Bank Dunia. Indonesia terancam disalip oleh Myanmar dan Kamboja.

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, Indonesia terancam disalip Myanmar dan Kamboja karena salah satu penyebabnya adalah upah buruh di dua negara itu murah.

"Myanmar dan Kamboja itu upah buruhnya lebih murah dia. Kita bakal disaingi sama dia," kata Anton saat ditemui di Cikini, Jakarta, Sabtu (2/11/2013).

Upah buruh buruh di Myanmar dan Kamboja, ujar Anton, rata-rata hanya mencapai US$ 40/bulan. Sedangkan upah buruh di Indonesia rata-rata US$ 200/bulan. Selain dilihat dari upah yang lebih rendah, produktivitas kerja buruh di Myanmar dan Kamboja juga lebih baik.

Hal ini menyebabkan para investor asing khususnya di sektor industri padat karya seperti garmen, tekstil, dan makanan minuman memilih merelokasi investasi mereka dari Indonesia ke Myanmar dan Kamboja. 

Anton menambahkan, tidak hanya Myanmar dan Kamboja saja, Vietnam nantinya bisa sejajar atau bahkan menyalip Indonesia.

"Artinya nanti negara yang sama atau sebanding Indonesia itu ada 3 negara yaitu Vietnam, Myanmar, dan Kamboja. Yang penting saat ini iklim investasi harus dijaga oleh pemerintah betul," cetus Anton.

Dalam laporan 'Doing Business 2013' yang dikeluarkan Bank Dunia, peringkat kemudahan berbisnis Indonesia adalah 120 dari 189 negara di dunia yang disurvei. Indonesia jauh di bawah Singapura yang menduduki peringkat 1 dan Malaysia yang menduduki peringkat 6.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Erwin Aksa mengatakan, kalangan dunia usaha mengimbau pemerintah Indonesia serius membangun daya saing ke depan. Bila tidak, Indonesia bakal disalib negara-negara Indo China. Bahkan sekarang Vietnam sudah jauh di atas Indonesia.

"Bila kita tidak serius, negara-negara Indo China seperti Kamboja, Laos, dan Myanmar, tidak mustahil meninggalkan kita. Vietnam sudah jauh meninggalkan kita," ujar Erwin.

Dalam pernyataan, Erwin merinci, Vietnam sukses melakukan perbaikan dalam melindungi hak-hak investor dan perpajakan. "Kamboja lain lagi. Dia ada kemajuan dalam perpajakan, begitu juga dengan Laos, dan Myanmar," papar Erwin. 

Kemajuan yang pesat dialami Filipina. Di bawah pemerintahan Ninoy Aquino, Filipina mengambil terobosan di sektor keuangan guna mendukung pertumbuhan sektor riil. "Hasilnya, kebijakan Ninoy ini membuat akses pembiayaan lembaga keuangan mengalami peningkatan pesat dari peringkat 126 menjadi peringkat 86, dalam memperoleh pembiayaan bank atau naik 40 tingkat. Ekonominya tumbuh 7%," ujar Erwin.

Dirilis oleh Bank Dunia, peringkat kemudahan berbisnis Indonesia di posisi 120 dari 189 negara yang disurvei. Tak berdaya dari Singapura dan Malaysia, Indonesia juga kalah dibandingkan Thailand (18) dan Brunei Darussalam (59),

Tak hanya itu, peringkat kemudahan bisnis Indonesia juga masih kalah dari Vietnam yang berada di peringkat 99, dan Filipina 108 dunia. Indonesia hanya hanya unggul dari Kamboja yang ada di peringkat 137 dan Myanmar 182.

"Sangat pahit, kita sebagai negara besar dan sumber dayanya besar, tapi tak punya percepatan yang cukup mengejar perbaikan infrastruktur. Padahal stabilitas politik dan ekonomi makro kita jauh lebih bagus," jelas Erwin.

Sumber: Detik