Welcome

News Industri Indonesia

Minggu, 08 Juli 2012

RISET TEKNOLOGI: Kemenristek minta dukungan swasta

Research

Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) berharap swasta ikut terlibat mendanai riset atau penelitian, agar lebih banyak peneliti dan proposal penelitian yang bisa didanai, karena anggaran penelitian dari pemerintah hanya 1% dari produk domestik bruto (PDB).

Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta mengatakan, saat ini dari 524 daerah otonom di Indonesia, hanya ada 132 tenaga peneliti.

"Keterbatasan anggaran penelitian dari pemerintah, membuat jumlah peneliti yang ada masih sangat sedikit, kurang lebih hanya satu banding tiga," ujar Gusti saat jumpa pers usai Rapat Koordinasi Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri di Makassar, Kamis (5/7/2012). Menurutnya, sejumlah penelitian yang dilakukan selama ini selalu mengandalkan dana pemerintah, yang jumlahnya kecil dan cukup terbatas. Padahal jika swasta ikut terlibat, dana penelitian yang digunakan bisa lebih besar lagi.

Secara khusus, dana penelitian yang ada di Kemenristek cukup kecil. Selama ini, pihaknya selalu bekerja sama dengan kementerian terkait, jika ada penelitian yang akan dilakukan. Misalnya penelitian dibidang pendidikan, Kemenristek menyediakan sumber daya manusia (SDM) peneliti, sedangkan Kementerian Pendidikan menyediakan anggarannya.

Tahun ini secara nasional Gusti menyebutkan, untuk program peningkatan kapasitas peneliti dan perekayasa pihaknya hanya memperoleh anggaran Rp225 miliar. Untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas), dana yang diperoleh Rp100 miliar, dan untuk Teknopreneurship Pemuda pihaknya hanya memperoleh anggaran Rp4 miliar.

"Tetapi kami berharap, dana yang sedikit itu bisa bermanfaat," ucapnya.

Sejauh ini pihaknya sulit mendapatkan dana penelitian dari swasta, sementara dana dari pemerintah cukup kecil untuk membiayai seluruh proposal yang masuk. Dari kurang lebih 4.000 proposal yang masuk hingga saat ini, yang bisa dibiayai hanya 300 proposal saja.

Dalam rapat koordinasi (rakor) yang dilakukan di Makassar, pihaknya fokus terhadap tujuh bidang penelitian yaitu, ketahanan pangan, teknologi, informasi dan komunikasi, kesehatan dan obat, transportasi, sistem pertahanan keamanan, energi, serta material maju.

Sumber : Bisnis Indonesia

PERAN DESIGN INSTITUTE DALAM MENDUKUNG INDUSTRI PERMESINAN NASIONAL

Design

Teknologi Manufaktur dan desain menjadi salah satu teknologi yang masih menjadi permasalahan di Indonesia. Hal demikian dikarenakan kemampuan kita dalam melakukan desain masih bisa dikatakan kalah dengan pesaing-pesaing diluar yang disebabkan karena lemahnya SDM dan fasilitas, padahal itulah yang terpenting. Oleh karena itulah hal yang ingin kita tingkatkan dengan dibangun dan dikembangkannya Design Institute yaitu dalam rangka mendukung kebutuhan akan detail engineering dan design yang masih sangat lemah di Indonesia. Oleh sebab itu pemanfaatan Design Institute sepenuhnya harus merupakan kerjasama dengan industri”.
Hal demikian disampaikan Direktur Pusat Teknologi Industri Manufaktur (PTIM) TIRBR BPPT, Barman Tambunan saat diwawancarai oleh salah satu Radio nasional minggu lalu. Menurutnya, kegiatan perekayasaan dan penelitian teknologi manufaktur di BPPT bertujuan utama untuk mendukung design dan engineering sampai dengan penerapannya di industri. “Teknologi manufaktur yang dilakukan saat ini di BPPT antara lain dukungan terhadap Revitalisasi Industri Gula Nasional. BPPT saat ini antara lain menyiapkan Dokumen Detail Engineering Design (DED) untuk pembangunan pabrik gula baru dengan kapasitas 10.000 TCD (ton of cane per day). Selain itu juga dukungan dalam program pembangunan pembangkit 10000 MW kami mengembangkan Desain Turbin untuk pembangkit untk PLTU, Geothermal dan Turbin di Industri Gula,” lanjut Barman.
Selain itu, Barman menjelaskan bahwa PTIM juga mempersiapkan pengembangan dibidang otomotif untuk mobil murah, mulai dari DED untuk mesin dan transmisinya sampai dengan teknologi manufaktur dalam membuat body dan rangka kendaraan, dan manufaktur untuk perbaikan sistem perkeretaapian termasuk perbaikan sistem rel kereta api.
Dalam wawancaranya, Ia juga menyampaikan latar belakang dibangunnya Design Institute tersebut. Design Institute sudah diresmikan pada tahun 2010. Artinya sebelum ini kami sudah memiliki SW dan HW tersebut namun belum disatukan dalam Design Institute. Dengan adanya software yang kami miliki kegiatan kajian dan kerekayasaan di BPPT dapat kami justifikasi dengan lebih cepat dan efisien. Tanpa harus menggunakan dan menciptakan model skala lab. Dan diharapkan kedepannya kami sudah mampu untuk menjawab persoalan di industri yang ada. Mendapatkan solusi dengan cara murah dan mudah.
“Keunggulan dari pemakaian teknologi Design Institute dalam mendukung industri permesinan meiputi tiga hal. Pertama adalah SDM, kemudian fasilitas software dan terakhir adalah lab Delphi (Development and Engineering Laboratories for plant equipment and heavy industries). SDM yang kami miliki banyak memiliki pengalaman teoritis dan laboratorium. Dengan dukungan dari software dalam satu Lab Design Institute yang terdiri dari beberapa software yang berbeda dan lingkungan di Puspiptek yang juga terdiri dari beberapa lab yang kami memiliki juga akan dengan mudah dapat menyelesaikan persoalan di Industri yang kami hadapi,” jelas Barman.
Pada prinsipnya, sambungnya, arah Design Institute adalah ke industri permesinan penunjang ketenagalistrikan seperti dalam pengembangan turbin, kemudian Industri proses seperti di pabrik gula dan pabrik garam serta industri alat berat. Di industri alat berat akan disiapkan DE&M dengan luaran prototype vital komponen. Keberadaan Design Institute sangat diperlukan dalam membuat Detail Engineering sebuah komponen. “Berbagai macam software 3D modellling maupun analisis telah dilengkapi di Design Institute, seperti catia, numeca, abaqus dan plant design serta magmasoft,” urainya.
Barman mengakui bahwa setelah menjalani sosialisasi dalam beberapa acara, Design Institute ini telah mendapatkan tanggapan-tanggapan positif. ”Tanggapan-tanggapan positif yang diterima lalu kami carikan sebuah solusi yang harus berdampak pada pemanfaatan efektifitas dan efisiensi.yang kami implementasikan ke industri,” katanya.
”Kami optimis dengan keberadaan Design Institute dapat mengurangi biaya desain,” tegasnya. Barman berpandangan melalui Design Institute dapat mengurangi biaya yang sebelumnya banyak digunakan untuk biaya trial error atau percobaan. Karena dalam membuat suatu desain pasti dalam prosesnya pasti mengalami kegagalan.
”Diharapkan melalui Design Institute dapat selalu menjawab berbagai masalah dan memberikan solusinya untuk industri. Hal demikian karena perkembangan kemajuan bisnis di dunia itu tidak hanya bisa terjadi hanya dengan penelitian saja tapi juga harus menjawab dan mencarikan solusi-solusinya,” ungkap Barman diakhir wawancaranya.

Sumber : BPPT