Welcome

News Industri Indonesia

Minggu, 17 Juni 2012

Jepang Ancam Seret Indonesia ke WTO

Rakyat Indonesia menuntut pemerintah untuk menghentikan ekspor bauksit mentah ke jepang, rakyat meminta agar bauksit diproses di dalam negeri sebelum diekspor

TOKYO, KOMPAS.com - Pemerintah Jepang mengancam menyeret Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait dengan kebijakan larangan ekspor bijih mineral, termasuk nikel. Sikap ini dilakukan karena Jepang merupakan negara kedua terbesar pengguna nikel di dunia.

"Langkah-langkah sepihak di Indonesia itu tidak sesuai dengan aturan WTO," kata Takayuki Ueda, Direktur Umum Industri Manufaktur Departemen Perdagangan Jepang, Senin (11/6/2012). Rencananya Indonesia akan melarang ekspor mineral tambang mentah pada tahun 2014.

Menurut Ueda, Pemerintah Jepang akan berusaha menempuh jalan negosiasi sebelum memutuskan untuk menyeret Indonesia ke markas besar WTO di Geneva, Swiss. Selain melarang ekspor bijih mineral tambang, Indonesia juga menerapkan bea keluar (BK) ekspor sebesar 20 persen.

Ueda menegaskan, adanya beleid tersebut, industri manufaktur di Jepang khawatir kinerja industri mereka akan melorot. Sebab, biaya produksi perusahaan mereka akan membengkak.

Kekhawatiran industri manufaktur di Jepang cukup beralasan karena Indonesia merupakan sumber bahan baku biji mineral utama bagi Jepang. "Tidak ada negara lain yang menggantikan Indonesia," kata Toshio Nakamura, Manajer Umum Bahan Baku Logam di Mitsui & Co yang merupakan pedagang nikel terbesar di Jepang.

Dampak lain dari beleid yang diterbitkan pemerintah Indonesia itu adalah, adanya potensi kenaikan harga nikel sebesar 17 persen menjadi 20.000 dollar AS per metrik ton pada kuartal keempat nanti.

Sukristiyawan, manajer senior pemasaran PT Aneka Tambang, produsen terbesar nikel di Indonesia bilang, ekspor nikel dari Indonesia diperkirakan turun 20 persen pada semester II tahun ini.
Usaha negosiasi

Agar aturan tersebut tidak merugikan industri manufaktur di Jepang, pemerintahan negeri Sakura itu berusaha melakukan negosiasi dengan pemerintah Indonesia. Rencananya, pemerintah Jepang akan bersua dengan Rizal Affandi Lukman, Deputi Menko Perekonomian Bidang Perdagangan Internasional dan Kerjasama Ekonomi.

Ueda bilang, mereka sudah sepakat untuk melakukan pembicaraan terkait beleid larangan ekspor bijih tambang tersebut. Selain itu, Ueda mengaku siap memberikan dukungan kepada Indonesia, terkait dengan pembinaan industri di Indonesia dengan meningkatkan nilai tambah pada biji besi yang belum diolah.

"Melawan Indonesia tidak obyektif bagi Jepang. Jepang memiliki hubungan jangka panjang dengan Indonesia dan hubungan bisnis juga dekat," kata Ueda. "Kami ingin mencari solusi melalui dialog,"

Jepang mengimpor 3,65 juta ton bijih nikel pada tahun 2011, menurut data kementerian keuangan. Indonesia memasok 1,95 juta ton, atau 53 persen, diikuti oleh Kaledonia Baru dengan 27 persen dan Filipina dengan 19 persen, data menunjukkan.

Jepang smelter termasuk Pacific Metals Co dan Sumitomo Metal Mining Co impor Bijih nikel untuk memproduksi feronikel dan halus.

Sumber: Kompas

Republik Indonesia Ekspor Bauksit karena Tak Bisa Mengolah

Tambang bauksit rusak, akibat terlalu banyak permintaan dari jepang mengakibatkan kerusakan lingkungan
MedanBisnis – Jakarta. Belum adanya industri pengolahan bahan baku bauksit menjadi alumina membuat 100% bauksit mentah diekspor. Bahkan sejak 2011 terjadi ekspor besar-besaran bauksit yang mencapai 40 juta ton per tahun.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, industri alumunium adalah industri terpenting kedua setelah industri besi baja. Tetapi pada saat ini industri aluminum hulu khususnya yang mengolah bahan baku bauksit menjadi alumina belum ada di Indonesia.

"Padahal kebutuhan alumina PT Inalum (perusahaan yang memproduksi aluminium) saat ini mencapai 500.000 ton per tahun. Dan yang jadi masalah seluruhnya harus diimpor. Sementara itu produksi aluminium ingot PT Inalum sebesar 240.000 ton per tahun sebanyak 60%-nya atau 135.000 ton diekspor ke Jepang," ujar Hidayat di Jakarta, Rabu (13/6).

Apalagi kata Hidayat, pada sisi lain, industri hilir aluminium nasional masih membutuhkan aluminium ingot sebesar 600.000 ton yang 83%-nya masih diimpor. "Sebanyak 135.000 produksi aluminium ingot PT Inalum diekspor ke Jepang, padahal industri hilir aluminium nasional masih membutuhkan aluminium igot sebesar 600.000 ton yang sebagian besar (83%) masih diimpor," ungkapnya.

Sementara saat ini telah terjadi ekspor besar-besaran bijih bauksit khususnya pada 2011 yang mencapai sebesar 40 juta ton, meningkat 5 kali dibanding di 2008. "Sementara cadangan terbukti bauksit Indonesia adalah sebesar 180 juta ton, sehingga diperkirakan cadangan tersebut akan habis dalam 4-5 tahun ke depan. Apabila tidak dilakukan pengendalikan ekspor bauksit yang akan berakibat tidak tumbuhnya industri aluminium dalam negeri," katanya. (dtf)