Welcome

News Industri Indonesia

Rabu, 23 November 2011

Teknologi industri harus diprioritaskan

Thee Kian we
JAKARTA: Indonesia jangan terjebak kutukan negara kaya sumber daya (resources curse), tetapi harus memprioritaskan pengembangan teknologi industri guna menghasilkan barang jadi bernilai tambah lebih.

Ekonom senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Thee Kian Wie menyampaikan pelaku industri sebaiknya tidak terlena hanya mengekspor hasil kekayaan barang mentah. Untuk membangun daya saing, menurut dia, kelompok industri harus meningkatkan kemampuan teknologi.

“Teknologi industri untuk mengolah SDA ke barang jadi adalah hal paling utama untuk mencapai kemajuan pertumbuhan ekonomi,” ujar Thee di Jakarta, hari ini.

Dia menjelaskan pencapaian petumbuhan ekonomi saat ini berpusat pada kemajuan di bidang industri. Untuk itu, pemerintah perlu fokus terhadap prospek industri dalam negeri.

Dia menguraikan, terdapat tiga hal yang menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja industri, yaitu quality atau kualitas yang baik, cost atau pembiayaan yang rendah, dan delivery atau pengiriman yang tepat waktu.

“Kalau dilihat pengiriman di pelabuhan kita bisa dua minggu baru sampai, cost pun jadi besar. Ini sangat menghambat,” terangnya.

Menurut Thee, upaya yang perlu dilakukan untuk memenuhi tiga hal tersebut yakni dengan menambah kembali insentif.

Pemerintah perlu memaksimalkan anggaran untuk perbaikan prasarana fisik dan infrastruktur untuk mendukung kinerja industri.

“Pembangunan infrastruktur tentu dari anggaran dan PPP [Public-Private Partnership],” ucapnya.

Untuk menarik minat swasta membantu pembangunan infrastruktur, Thee mengatakan pemerintah tentu perlu mempermudah sistem perizinan yang hingga kini masih sangat rumit.

Kondisi iklim usaha yang baik, sambungnya, akan menarik investasi yang besar dari luar negeri.

“Laporan Bank Dunia, akses kemudahan melakukan bisnis di Indonesia itu buruk. Kita nomor 124, sedangkan Singapura nomor satu. Ini fakta kongkrit,” tegasnya.

Dia menuturkan pemerintah harus kembali memiliki inovasi sistem seperti pembenahan industri yang terjadi pada zaman orde baru. Saat itu, ia bercerita muncul dua sistem yang mendukung perkembangan industri.

Sistem tersebut antara lain, deregulasi yang merupakan penghapusan berbagai peraturan pemerintah yang menghambat kegiatan swasta.

Kedua, dilakukan pembaruan kebijakan niaga atau trade reform yang memudahkan transaksi regional.

“Dengan adanya deregulasi dan trade reform penghasilan devisa dari sektor industry melesat tajam, dari Cuma 5% pada 1980-an, menjadi di atas 50% pada 1993 dengan perkembangan manufaktur mencapai dua digit,” jelasnya.

Senada dengan Thee, ekonom senior Bank Dunia untuk Indonesia Sjamsu Rahardja mengimbau pemerintah untuk melakukan reformasi kebijakan di tingkat regional dan kepastian pembangunan infrastruktur.

“Domestic market dan demand kita sedang bagus. Kita harus melakukan paket reformasi seperti perizinan di tingkat regional,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga harus melakukan reformasi di bidang kekayaan intelektual, kepastian regulasi, dan kebijakan persaingan industri untuk meningkatkan kepercayaan investasi. Hal ini perlu diupayakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Sumber : Bisnis

Tidak ada komentar: