Welcome

News Industri Indonesia

Sabtu, 15 Oktober 2011

Industri Protes Produk Lokal Tergeser Mesin Impor China

Mesin Pekakas Produk Indonesia
Jakarta, Asosiasi Industri Mesin Perkakas Indonesia (Asimpi) memprotes adanya kecenderungan kementerian yang masih 'doyan' memakai produk impor. Mereka menuding modus yang digunakan dengan cara melakukan pembatalan tender pengadaan barang demi mendapat produk impor.

Ketua Umum Asimpi Dasep Ahmadi mengatakan jika ini dibiarkan industri mesin lokal semakin tertekan. Padahal kata dia, dalam Instruksi Presiden No.2 Tahun 2009 sudah tertulis jelas soal semangat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Dasep mencontohkan baru-baru ini kasus semacam itu terjadi dalam pengadaan mesin perkakas jenis milling Computer Numerical Control Machine (CNC) yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) senilai Rp 35 miliar. Menurut Dasep, panitia tender di direktorat SMK Kemendiknas tetap bersekukuh ingin menggunakan mesin impor.

"Bukan sekali ini sebetulnya produk dalam negeri dipakai, tapi tahun ini anggota kami yang menang dibatalkan Kemendiknas. Alasannya dokumen tender salah, itu seperti dibuat-buat. Kita sudah buat surat keberatan kepada mendiknas, tapi belum dapat respons. Ini menunjukan keberpihakan produk dalam negeri sangat rendah," katanya kepada detikFinance, Kamis (6/10/2011).

Ia menuding keberpihakan kementerian yang menjadi salah satu pemilik anggaran APBN terbesar ini masih rendah terhadap produk lokal. Ia mengilustrasikan dari sekian banyak pengadaan produk logam dan mesin di kementerian ini selama 2007-2011 yang mencapai Rp 1,2 triliun ternyata hanya 15% yang memakai produk lokal.

"Padahal tingkat kandungan komponen produk dalam negeri kita sudah 35%, sementara mesin impor dari China hanya 1%," katanya.

Dikatakannya dari sisi kualitas dan harga, produk mesin perkakas lokal sama baiknya dengan produk impor termasuk produk China. Misalnya harga satu mesin milling CNC lokal dan impor asal China sama-sama dibanderol sekitar Rp 250 juta per unit.

"Dari kejadian ini bisa jadi yang menang barang impor, karena dari 9 pabrik lokal ikut (tender) ada 5 importir yang lolos prakualifikasi," katanya.

Masalah kekecewaan industri lokal terkait penggunaan produk lokal di Kemendiknas sebelumnya disampaikan oleh Ketua Klaster Pengembangan Konten Edukasi Hary S. Candra. Hary mengatakan sejak 3 tahun lalu Kemdiknas lebih memilih menggunakan produk impor software atau perangkat lunak program bidang edukasi asal Inggris, Malaysia, dan AS.

Padahal kata Candra, di dalam negeri sudah banyak produk sejenis yang justru lebih berkualitas. Untuk bidang software pelajaran sekolah, Candra mengaku Indonesia cukup terdepan di bidang ini di tingkat dunia.

Sumber : Detik News

Tidak ada komentar: